Selasa, November 25, 2014

Aku, Kamu, dan Dia.

Awan hitam yang menggantung sejak pagi tadi akhirnya tumpah menjadi hujan lebat. Tepat saat aku menginjakkan kaki di sebuah rumah sederhana tak berpagar. Kuhirup dalam-dalam aroma khas tanah yang tercium dari jendela kamar. Aku hanya terdiam di daun jendela yang tetap terlihat tegar. Bajuku yang sedari tadi menghangatkan kini memperburuk kondisi. Basah. Betapa mengartikan aku terlalu berjuang menerobos derasnya air yang saling berlomba mencium tanah.
Hening. Hanya terdengar suara burung yang bercakap mengalunkan nada indah. Entah kenapa, setelah bulan lengser dari jabatannya yang tergantikan matahari pada 21 November itu aku merasa sebagian diriku telah pergi bersamamu. Hanya air mata yang mampu berbicara kala itu. Aku tak tahu apakah malam ulang tahunku itu termasuk cara Tuhan mendewasakanku? Tepat setelah kau ucapkan selamat di hari pertambahan usia itu, dini hari itu, kitamemulai untuk saling berjauhan seperti yang kita sepakati semalam. Aku tak tahu apakah ini kado terindahku di hari itu ataukah kado terburukku? Atau ini cara Tuhan?
Apalah itu aku hanya ingin jalan yang terbaik. Jujur saja, aku tak mau semua ini berakhir seperti ini. Aku mencintaimu begitu juga kau. Rasa kita sama. Mungkin, jika rasamu tumbuh pada orang lain yang belum dimiliki aku sangat bersyukur aku menemukan orang sepertimu. Kali ini, semua berbeda. Aku benar tak bisa berdusta. Dusta yang akan membuatku lebih sengsara. Ya..Aku mencintaimu. Tapi aku harus bagaimana. Engkau sudah ada yang punya. Bukan maksutku memberi keputusan seperti itu aku tak mencintaimu. Aku hanya tak ingin kau mendua. Aku juga sama sepertinya. Seorang perempuan yang persaannya mudah tersentuh meski dengan belaian lembut. Aku tahu masih ada karma. Aku tau bagaimana rasanya di madu. Aku tahu betapa sakit hatinya. Entah tercabik, terpukul, yang kutau itu sakit. Tak bisa kubayangkan jika itu terjadi padaku. Mungkin aku sudah biasa tapi bagaimana dengan wanitamu? apakah dia juga begitu? Hati wanita berbeda pangeran.
Beberapa hari ini kujalani hari penuh duri. Separuh diriku telah kau bawa terbang. Sulit bagiku melepaskan kedekatan ini. Tapi aku harus bagaimana? Ketika kita bicara tentang aku dan kamu, kau menanamkan duri di hatiku. Ketika aku bertanya tentang permaisurimu, kau selalu tak mau membahasnya. Apakah kau sudah lupa? Sebelum kau dan aku kembali bertemu setelah dua tahun lalu, kau juga mendambakannya, bukan? Apakah kau juga lupa, yang kau ajak bicara ini siapa? Aku wanita, sama seperti permaisurimu itu! Dan dia juga bagian terpenting dari hidupmu juga raja. 
Aku menyesal dulu telah menyianyiakanmu. Aku juga menyesal telah bertemu denganmu dibawah awan gelap kala itu. Jika aku tak bertemu denganmu, mungkin aku juga tak mengembalikanmu pada perasaanmu dulu kepadaku dan sekarang kau tak sedang dilanda penyesalan atas hubunganmu dengannya, cemas mengkhawatirkan keadaanku yang kaupikir baik-baik saja karena tak mengabarimu, rindu yang kau tujukan pada orang yang hampir saja merusak kebahagiaanmu dengan permaisurimu.
Kau tahu apa alasanku mengakhiri sebuah rasa ketiga ini? Bukankah aku telah menjelaskan panjang-lebar kepadamu? Aku mengakhiri ini bukan berarti aku tak ada rasa sedikitpun padamu. Aku hanya takut pada karma, aku takut mempunyai banyak title dari ratumu, dan teman-temannya. Aku takut mendapat title PHO atau apalah. Aku juga takut ketika kau tak seperti dulu, sekarang kau agresif. Kau terlampau jauh mengungkapkan perasaanmu tanpa memikirkan perasaanya. Meski aku juga takut mengakui bahwa jalan terbaik aku harus berjauhan untuk beberapa saat. Kau harus bersamanya kali ini sayang, tapi entah untuk nanti. Aku juga takut ketika kau memintaku terang-terangan untuk menunggumu. Tentu kau tau, setiap wanita benci menunggu, apalagi menunggu untuk ketidak pastian. 
Berjauhan, dan tanpa kabar seperti ini tak membuat denyut ini berhenti lalu menyerah dalam bakti. Percayalah kasih, di sini aku juga berjuang menahan rasa yang terus tumbuh ketika mataku terbuka di pagi hari di bawah garis bantal yang masih tertinggal di wajah.
Apa dirimu juga tau bahwa menjauh darimu bukan berarti aku tak rindu, tak cemas. Justru rinduku, cemasku menjadi biru, lalu bercampur pilu. Kau mungkin juga tak tau bila mencintaimu dari kejauhan rasanya lebih nyaman. Selain terasa ada pengorbanan juga menyedikitkan keperihan. Terkadang terlintas mengapa hidupku diatur oleh cinta? bukankah aku yang sepatutnya mengatur cinta? Tapi seperti itulah manusia. Dan sekuat-kuatny wanita. Kalahnya juga oleh cinta. 
Aku ingin kau mengerti dari semua ini. Semoga ini lebih baik untukku, untukmu, dan untuk dia. Aku akan bahagia melihatmu bahagia bersamanya. Meski itu hanya opini karena kalimat itu terkandung "akan". Aku bahagia jika kau bahagia bersama-ku. Egois? Haha memang inilah wanita.

Biarkan waktu yang memilihkannya
Bisa saja kau menjadi kekasih terbaikku
Dan bisa saja, kita berdua menjadi kekasih terbaik orang lain
Percayakan semuanya pada-waktu-dan-cinta. Tentunya
-Dwitasari (Kekasih Terindah)

Rabu, November 12, 2014

Penyesalan

Malam ini tak seperti malam biasanya. Bintang tak lagi menampakkan hidungnya, gumpalan awan menutupi sebagian bulan. Bau tanah mulai menerobos lubang hidung. Hanya terdengar nyanyian jangkrik dan kodok beriringan. Hangatnya kopi susu tak lagi mampu menghangatkan tubuh yang mulai kusut dan mati rasa.
Menikmati karuniaNya di balkon rumah. Mataku tertutup perlahan, semilir angin membuatku semakin bersyukur. Aroma tanah membawaku kepada penyesalan atas apa yang pernah terjadi. Beberapa tahun yang lalu, kau menjadi seorang temanku yang kadang ku anggap lalu tidak. Begitu seterusnya. Betapa bodohnya aku memanjakan sifat ego ku, memanjakan gengsiku. Kau selalu berada di sampingku, kapanpun aku butuh kau selalu siap. Meski tengah malam sekalipun. Tapi aku menganggapmu ada ketika aku jatuh, bahkan terkadang aku tak pernah menganggapmu ada. Kau yang selalu mendukungku dari sisi manapun atas apa yang aku lakukan. Kau membenarkan yang salah, juga menyalahkan yang salah. Jika dibandingkan, kau dengan cowok yang aku pertahankan memang kau jauh lebih baik darinya. Entah atas dasar apa aku bisa buta seperti itu. Kau selalu mendukungku saat aku lomba atau apapun tapi dia selalu melarangku mengikutiku kegiatan apapun jika tidak bersamamu. Aku masih ingat saat itu kau berkata 
"Begitukah caranya mencintaimu? melarangmu lebih dekat dengan kesuksesanmu? masa depanmu? Jika kau mengikutinya, kau wanita terbodoh yang singgah di hatiku sampai detik ini! Dia belum tentu menjadi masa depanmu, dan kegiatan seperti itu mendekatkanmu pada masa depanmu!"
Kau tau, mulutku menganga, nafasku terdiam di tenggorokan saat itu. Cowok sepertimu bisa berkata seperti itu adalah ketertarikan sendiri. Tapi aku tetap menganggap semua itu hanya dari seorang teman untuk temannya. Bukankah itu bodoh? Seharusnya saat itu aku bisa mendapatkan lebih dari apa yang aku pertahankan saat itu. Fikiranku membeku kala itu. Aku tau kau melakukan semua itu atas dasar rasa. Ya, rasa cinta. Aku bisa merasakan ketulusanmu ketika aku terjatuh dan membantuku terbangun. Hanya fikiranku terlalu buta. Bahkan mati.
Betapa bodohnya. Sekarang aku menyesalinya. Aku menyesal ketika hatiku sebenarnya berkata kau mulai bahagia dengan yang lainnya. Seseorang yang baru yang telah merasakan bagaimana rasanya kau perjuangkan. Dia sangat beruntung mendapatkan seseorang sepertimu. Memperjuangkan dengan tulus. Bahkan ketika rasa itu tak dibalas. Aku ingin mendapatkan perhatian, perlindungan, dukungan yang sekarang telah dimiliki wanita yang kau perjuangkan itu. Meski saat ini aku masih mendapatkan itu, aku merasa itu bukan yang dulu kau beri. Bahagialah bersamanya meski mungkin aku tak bahagia melihatmu dengannya.
Aku selalu berkata kembalilah kemari saat kau tak dianggap wanitamu. Aku sudah tidak buta pangeran!
Aku menyesali ketulusanmu
Menyesali atas apa yang sudah terjadi,
meski aku tau,
Mungkin itu sia-sia.

Jumat, November 07, 2014

Kupikir Rasa Itu Telah Hilang

Gemericik air mulai membasahi atap-atap rumah yang sudah enam bulan tak merasakan kesegarannya. Dedaunan mulai basah, bau tanah tercium sampai batang tenggorokan. Bau ini, aku sudah lama tak mencium aroma ini. Inilah yang aku sukai saat hujan. Semua terasa indah, nyaman, dan tentram. Meski terkadang saat hujan turun ada air yang mengalir di pipi begitu saja. Tentu dengan berbagai latar belakang, tapi selalu membuatku nyaman.
Sama seperti hujan awal November kali ini. Tepat di hari Jumat. Hal ini kembali menariku pada peristiwa enam bulan yang lalu. Peristiwa-peristiwa manis, pahit, semuanya teringat. Begitupula ketika kamu menghilang tanpa kabar yang jelas. Membiarkanku mencari dirimu sendiri. Ketika itu pula aku merasakan bahwa aku sedang berjuang sendirian. Aku. Bukan kita lagi yang berjuang. Begitu konyolnya aku waktu itu. Bagaimana keadaannya masih saja aku mencintaimu.
Saat bayangan itu terputar aku merasa dipermainkan oleh cinta. Aku merasa bodoh dipermainkan cinta. Bukankah aku yang seharusnya mempermainkan cinta? Kau masih ingat semua peristiwa tentang kita? Saat aku dan kamu masih menjadi KITA, berjalan bersama, beriringan. Bukan aku dan kamu yang tak sejalan seperti saat ini. Jika kau tak mengingatnya, aku sangat faham. Kau lelaki yang berasal dari langit dan aku hanya perempuan yang keluar dari tanah. Saat aku dan kamu bukan lagi kita, penggemarmu langsung menyambutnya dengan riang. Ada yang membicarakan dari belakang ada pula yang menyambutnya di depan mataku dengan wajah sumringah. Ada.
Semakin aku membicarakanmu semakin teringat ketika aku rela menunggumu basket. Dikoridor kelas, hujan, kedinginan kala itu. Aku tak peduli akan tatapan sinis para penggemarmu ketika kau mendekatiku, mengusap air yang menetes di kerudungku, memberikan jaketmu ketika tanganku mulai kusut karena kedinginan. Jujur saja aku tak bisa menghadapi tatapan sinis seperti itu, dan aku berfikir kau yang bisa membuatku bisa mengahadapi mereka.
Aku sangat merindukan masa-masa seperti itu. Saat aku tak bisa lagi berharap kepadamu aku membiarkannya mengalir begitu saja. Aku bersyukur setelah itu kita masih bisa berteman dengan baik. Gurauanmu masih sama seperti dulu. Tak ada rasa canggung diantara aku dan kamu sampai detik ini. Jika saja waktu bisa diputar aku ingin memutar awal pertemuan kita. aku sangat bersyukur meski mataku minus aku masih bisa melihat orang sepertimu dengan baik. Aku ingin kau kembali menguatkanku ketika aku benar-benar berada di titik terendah. 
Aku sangat mengagumi wajah orientalmu, tubuh putihmu, bentuk tubuhmu, begitu pula dengan sikapmu yang konyol dan kekanak-kanakan tapi sangat menghargai perempuan, Ku pikir beberapa waktu setelah itu rasa ini benar-benar hilang dan takkan pernah muncul kembali. Namun, aku salah. Rasa ini selalu saja muncul ketika awan mendung mulai menyelimuti dan gemericik air mulai membasahi tanah. Aku ingin merasakan kehangatan lenganmu, genggamanmu juga. Aku ingin mendapatkan perlakuanmu saat aku dan kamu berada di keramaian. Kau berusaha melindungiku dengan lenganmu, itu yang selalu membuatku iri akan perawakanmu yang tinggi. 
Hujan memang selalu bisa membuat rasa itu kembali kepadaku. Tapi aku tidak akan benci dengan hujan. Karenya pula aku bisa mengingat semua kejadian indah tentang kita yang entah akan terjadi lagi atau tidak. Aku selalu merindukanmu. Jika hujan tak pernah berhenti, maka rasa ini juga tak akan pernah berhenti. Maafkan aku.
Maaf aku telah berfikir
rasa ini telah hilang
Namun, ternyata tidak. Rasa ini masih ada
dan mungkin tak akan pernah hilang..

Rabu, Oktober 08, 2014

Lelaki atau Buaya



Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Hei! Kupikir kamu lain dari yang lainnya. Tapi ternyata sama saja dengan lelaki yang kutemui selama ini. Kata-katamu sangat manis, semuanya seakan menjanjikan tapi semua hanya bualan. Itukah caramu memikat hati para gadis? Kau terbangkan dia setinggi angkasa, lalu kau jatuhkan kembali dengan cepat. Hei! Apakah kau tak sadar tingkahmu menyakiti hati gadis-gadis ini? Tolonglah jika kau tak bisa memberi kepastian jangan kau coba untuk memberikan harapan. Jangan karena kamu bermodal tampang dan ucapan, Pangeran! Lalu jika seperti itu apa bedanya kamu dengan sampah? kamu lelaki kan bukan buaya?

Sabtu, September 27, 2014

MAAFKANLAH

Lewat jentikan jemariku ini sebuah kata MAAF terlayangkan. Aku tak tahu ini akan kau baca atau tidak. Satu kata yang membuat hatiku cukup berdesir. Maaf, ya aku mohon, maafkan semua yang telah terjadi begitu saja dan secepat itu. Jika kau bertanya untuk apa aku meminta maaf aku akan balik bertanya. Bukankah dirimu sudah lebih faham dari permohonan maafku? 

Maafkan aku yang tidak bisa menjaga rasa, maaf aku telah mencintaimu, maaf aku telah menganggapmu bagian penting dari hari-hariku, maaf untuk.. sudahlah terlalu banyak kesalahanku kepadamu. Tak kusangka semua akan seperti ini, tak ada unsur kesengajaan sekalipun. Sungguh. Alasannya cukup jelas, kau sudah bersamanya. Entah bagaimana bisa rasa itu tumbuh seperti ini. Mungkin aku terlalu memberi kebebasan untuk perasaan ini.

Semua berasal dari saling tegur dan itu jelas hanya lelucon. Lalu, semua itu berubah menjadi rasa yang benar adanya. Bagaimana bisa kau benar-benar menjadi alasanku tertahan untuk tidur. Kau yang membuatku terlihat rapuh di depan mereka. Apakah semua ini kesalahan terbesarku? Apakah sebuah rasa patut untuk disalahkan? Kurasa tidak.

Ketika berbicara rasa akan terputar semua rasa yang pernah kualami. Yang kutahu, rasa tidaklah pernah salah. Rasa tidak pernah membohongi diri sendiri, kecuali untuk orang yang benar tolol. Lalu aku harus bagimana menghadapi semua ini? Menghindar? aku yakin ini bukan jalan yang terbaik. Lalu bagaimana? Aku ingin beristirahat jika seperti ini.

Jika kau memohon kepadaku untuk berhenti mencintaimu setelah mendengar penjelasanku. Aku akan menjawab "Jangan pernah memintaku untuk berhenti mencintaimu. Seberapapun kau memohon aku tidak akan melakukannya. Tenanglah. Aku wanita perkasa. Hatiku sudah berpengalaman sekian lamanya. Yang perlu kau tau, aku tidak akan mengganggu kebahagiaanmu denganya"
Kau tau alasanku menjawab seperti itu? Karena semua orang mempunyai HAK untuk siapa rasa itu ditujukan. Jadi jangan memintaku menghapus rasa ini. Aku akan menjaga rasa ini agar tak merengkuh kebahagiaanmu bersamanya. Jangan khawatir. Percayalah, kau sudah terlalu baik Pangeran.

Bahagialah bersamanya. 
Jika kau dikecewakan kemarilah

Senin, September 08, 2014

Ketika Terjadi Lagi

Hai, selamat malam. Kamu. Iya, kamu.. Lagi ngapain? lagi di mana? sama siapa? gimana kabarnya? Berhakkah aku bertanya atas semua itu?
Sejak kedatanganmu beberapa minggu ini, aku seperti kembali ke masa yang pernah aku lewati. Kembali kepada rasa yang pernah tertiup angin, hampir tumbang, lalu benar-benar tumbang. Awal pertemuan kita. Ya aku ingat, saat itu aku sedang mengikuti lomba dan kamu bertugas mendokumentasikan. Dari situ percakapan absurd yang terkadang sulit di cerna terlontar dari mulut kita. Perkenalan kecil sampai lelucon yang membuat perut sakit. Kamu bukan seperti teman, tapi sebagai seorang pelawak tepatnya. Dengan lelucon-lelucon yang dibawakan comic StandUp kau mengocok perut kami.
Disitulah ketertarikan itu muncul. Entah apa yang membuatku selalu mencari-cari tentangmu setelah itu. Wajahmu? tidak, wajahmu biasa saja. Kamu pandai? tidak, kamu lola. Entahlah.
Semua berjalan tetap seperti itu. Sampai diperlombaan berikutnya, sampai aku tau kamu sedang dekat dengan temanmu yang juga satu tim denganku. Mataku hanya menatap lurus, seperti ditetesi air raksa, untuk berkedippun sulit. Untunglah aku tak sampai membicarakan kepadanya. Aku tak tahu bagaimana jika dia mengetahui, mendengar secara langsung bahwa kita menyukai orang yang sama. Nafasku tersengal. Kamu tahu bagaimana rasanya saat itu? tidak hanya hari itu, latihan selanjutnya dia selalu bercerita tentangmu. Hatiku seperi dihujani beribu duri dan menancap tanpa tahu mengenal rasanya.
Aku memutuskan membiarkan semuanya berjalan seiring waktu. Mungkin andalanku hanya waktu yang akan membuktikan. Sampai rasa itu benar-benar terpendam. Tapi sekarang, rasa itu kembali tumbuh. Sejak percakapan absurd itu terjadi lagi. Ada rasa rindu di setiap jentikan pesan singkat yang terkirim. Kau tau? mungkin tidak. Akhir-akhir ini aku sering menunggumu sampai larut malam hanya untuk mengunggumu di pesan singkat. Tapi, kau juga tak muncul-muncul. Entah apa yang terjadi dua hari belakangan ini pada dirimu. Sepertinya kau baik-baik saja. Oh.. apakah kau sudah mempunyai gebetan baru yang kau incar itu? iya, yang kau ucapkan kepadaku? Semoga kau baik-baik sajalah. Jika itu benar, Selamat. Sekali lagi selamat karena tanpa aku sengaja aku membukakan hati padamu lagi. Kalau kamu tak mau menutupnya dan kamu tak mengizinkan aku masuk ke hatimu, aku tak apa. Sungguh. Tapi dikamus besarku tak ada kata "Aku bahagia jika melihatmu bahagia dengan yang lainnya." yang ada dalam kamus besarku "Aku bahagia jika aku melihatmu tersenyum bahagia karenaku dan bersamaku."

Lagi-lagi kau buat aku menunggu
sebuah kepastian yang tidak pasti adanya

Sabtu, Agustus 23, 2014

Inikah Namanya Cinta?

Ketika aku mengingatmu ada senyum simpul yang tersamarkan. Awal pertemuan kita. Ya, apakah kamu masih ingat? Mungkin tidak, karena itu adalah hal biasa bagimu tapi tidak bagiku. Saat itu masa-masa barumu menginjakkan kaki di sekolah lanjutan pertama. Wajah polosmu masih kental ditambah seragam merah putihmu. Pertama kali aku bertemu denganmu saat materi upacara. Sebagai seorang senior dan juniornya. Aku menjadi petugas pengibar bendera pada pembukaan MOS. Setelahnya kami mengajarkan pada siswa baru materi upacara. Secara langsung aku memilihmu menjadi pengibar bendera. Nada bicaramu masih lugu kala itu. Wajahmu menyiratkan rasa malu dan tidak percaya diri. Tapi aku yakin dengan postur tubuhmu kamu bisa.

Dari kejauhan aku mengamatimu dan dari situlah ketertarikan itu muncul. Kamu unik. Posturmu tinggi melebihi tinggiku, senyumu manis, kulitmu putih jika dibandingkan cowok yang lainnya, satu lagi kau mempunyai lesung pipit yang membuat wajahmu tidak bosan dipandang. Aku selalu suka dengan caramu melontarkan senyum. Lesung pipitmu selalu muncul meski kau hanya tersenyum simpul dan juga matamu yang terlihat hanya segaris ketika tersenyum.

Ya Tuhan, bodohkah aku? Rasa apa ini? Hei sadarlah dia masih bocah ingusan. Apa kamu gila menyukai siswa kelas 7 yang baru dilantik sehari kemerin? Kumohon jangan terlalu cepat. Aku menganggap mungkin itu hanya ketertarikan sesaat dan terjebak situasi. Aku juga masih ingat saat latihan penghormatan. Aku membenarkan posisi tanganmu dan di situ pandangan kita terkunci beberapa saat. Jika saja waktu dapat dihentikan aku akan menghentikannya kala itu. Aku melihat matamu dalam-dalam. Sungguh mata yang indah. Bening. Hanya sementara aku menikmati indahnya karunia Tuhan sebelum dikagetkan seorang temanku. Tersirat senyum lebar yang pertama kalinya kulihat dari wajahmu setelah kejadian itu.

Rasa penasaran terus berkembang. Sampai aku mencari waktu luang hanya untuk pergi ke kelasmu hanya untuk melihat wajahmu dengan alasan mengoordinasi MOS. Ini adalah hal konyol yang pernah aku lakukan. Sungguh. Aku hanya memendam rasa yang sungguh aku tak tahu apa ini. Bukankah konyol jika aku bercerita pada teman yang lain ada rasa aneh ketika aku bertemu anak kelas 7 berwajah polos itu?

Aku hanya memperhatikanmu dari jauh setelah MOS resmi selesai. Hal yang aku sesali, aku tidak menanyai siapa namamu. Selang beberapa hari aku tahu namamu dari teman kelasku. Dari situ aku mulai mencari dirimu di dunia maya. Tidak lama aku menemukan akun Facebookmu. Namamu unik. Awalnya aku berfikir kamu tidak seagama denganku, tapi setelah kita bertemu di mushola dengan wajah dan rambutmu yang masih basah oleh air wudhu aku baru tahu.

Akhir-akhir ini aku sering bertemu denganmu. Mungkin karena posisi kelasmu yang strategis dengan kelasku. Aku juga sering bertemu denganmu di mushola. Aku selalu senang melihat wajahmu, rambutmu yang terbasahi air wudhu. Nampak lebih segar. Apakah ini juga yang membuatku selalu datang lebih awal dimushola dibanding dulu? Cinta mungkin ini memang cinta. Tapi apakah ini benar bukan ketertarikan sesaat. Entahlah biar saja aku memperhatikan, memahami, dan mencintaimu dari jauh. Biarkan ku memelukmu tanpa harus memelukmu. Silahkan berjalan sesuai alurmu.

Rasa penasaran ini terus berkembang.
Senior yang menggemarimu.

Jumat, Agustus 22, 2014

PENSI HUT SMPN 4 KEPANJEN

Ada kabar gembiraa loo Senin pagi tanggal 18 Agustus 2014 Smp 4 Kepanjen HUT yang ke-59 gaess. Jadi pagi itu kita ngadain PENSI. Pensi HUT udah jadi acara tahunan di sekolah kita. Tapi sebelumnya ada bau-bau gak sedap karena gak ada pensi. Sempet kecewa sih soalnya ini Pensi HUT yang terakhir (insyaallah..amin) buat kita. Kelas 9 ciee.. Syukurlah setelah gosip itu tersebar di penjuru sekolah (eaa..) alhamdulillah pensi tetap diadakan meskipun dadakan banget. Kita baru tahu kalau ada pensi hari Jumat, sedangkan kita masih disibukkan dengan latihan AUBADE buat HUT RI di Stadion Kanjuruhan. Aubade itu paduan suara. Tapi jujur salut banget sama semangatnya temen-temen dari kelas 7 sampai kelas 9, meski waktu latihan cuma sebentar dan situasi lapangan kurang memadai karena adanya pembangunan, syukurlah semua berjalan lancar dan banyak banget yang tampil sampai waktu yang kita perkirakan acara sudah selesai ternyata meleset jauh. Oke fix. Selamat ulang tahun buat SMPN 4 Kepanjen semoga terus maju, jaya, prestasi terus membanjiri. Amin.. Barakallah. Dirgahayu juga buat Indonesi Jaya selalu Barakallah.. Ada fotonya looo..Silahkan :)


















Jumat, Juni 27, 2014

Sejumput Cerita ALTARA

Selamat malam teman-teman. lama tak jumpa.biasa masih sibuk.. Malam ini saya akan kembali dengan sejumput cerita yang berjuta makna di ALTARA.

Oke fix. Cekidot. Tanggal 24-25 Juni 2014 adalah hari yang suangat mengesankan. dua hari yang selalu membuat dan memberi pelajaran berarti untuk bekal hidup saya. Sebelumnya aku jelasin.. ALTARA itu Ajang Latihan Keterampilan Palang Merah Remaja. alhamdulillah saya masih diikut sertakan dalam lomba pmr yang ke-2 kalinya untuk saya. Jadi, dua tahun yang lalu piala Juara Umum sudah di raih oleh SMP 4 Kepanjen terus bulan Mei piala JU diambil karena piala bergilir. Untuk pertama kalinya juga SMP 4 mengeluarkan 2 tim, dan saya ditempatkan di tim 2. Latihan dan semuanya tidak berjalan mulus seperti aspal yang masih anget. Banyak jalan terjal, kerikil, dll. Awalnya sempet ngalamin nge-jleb juga tim 2. Sampai akhirnya kita bertekad untuk membuktikan bahwa kita bisa. Alhamdulillah lomba dilaksanakan cuma hari pertam untuk SMP 4 karena kita semua urut 1 dan 2. Lomba berjalan dengan lancar meski gugup sih. Mulai malem sampe pagi gugup banget meski tertawa karena lupa. Bukan apa, yang ditakutin kita gabisa mertahanin piala JU. Rabu malam ditutup dengan indah, karena CC juara 1. Indah banget sampe pagi. Sore pengumuman, sempet kecewa dengan upacara penutupan karena lelet banget sampe ujan2an. Pembina juga sempet ngajak pulang dulu udah agak gak yakin dapet JU. tapi kita gak mau. Gak lama pengumuman JU alhamdulillah kita masih bisa mertahanin JU. Jadi perolehannya :
Tim a (1): PBB juara 1, PSB juara 2, Poster 2, kebersihan
Tim b (2): PRS juara 3, CCK juara 1, Poster juara 1, kejujuran, alhamdulillah JU.

ini foto sama PMR WIRA SMA 1 MALANG "Mr.Cros" sama Madya SMP 4 Kepanjen " Dyasanata" meski awalnya sempat tertunda untuk bersanding di Barapamera, akhirnya bisa bersanding di Altara 201. Selamat untuk keduanya. Semakin sukses kedepannya. Salam Kemanusiaan <3

Sabtu, Mei 31, 2014

Ku Harap Kau Kembali

Dua tahun berlalu. Tapi apakah kau tau, aku selalu membawa perasaanku kemana saja dengan segudang harapan. Itu tidak mudah, Sayang. Menjaga hati dari kerumunan mantan. Hujan-panas-hujan lagi aku terus mengalaminya. Rasaku padamu tak sedikitpun tergerus air. Karena aku mencintaimu layaknya memelihara bunga, selalu merawat-menyiram-memupuk. Kau tahu, itu kulakukan karena aku tak ingin cintaku padamu layu. Mungkin aku memang tolol. Menunggumu yang tak pernah menampakkan batang hidung sekalipun, jangankan itu, mengirim kabar padakupun itu sangat jarang. Tapi aku tidak mengindahkan perkataan mereka.

Sayang, apakah sekarang kau melihat bulan baru itu. Indah. Aku juga melihatnya. Seperti itulah cintaku. Berawal dari sabit-bulan separuh-lalu menjadi bulan baru. Bulat. Dan itu, bercak kehitaman yang transparan selayaknya jalan tidak rata yang aku lewati saat aku menantimu.

Sejak kau mengucap kalimat perpisahan, aku tak menemui sosok sepertimu. Maka dari itu aku selalu yakin bahwa kamulah yang terbaik untukku. Ketika kau mulai mengeluarkan kalimat dari bibirmu itu aku tak berani melihat matamu. Padahal sebelumnya aku selalu ingin melihat mata itu. Mungkin kau berfikir aku akan kuat mendengar perkataanmu itu. Tapi aku bukan wanita tangguh yang tak bisa mengeluarkan air mata untuk hal sesedih apapun. Mataku memang melihat wajahmu. Tapi aku mengalihkan pada dagumu. Aku tau bola matamu selalu memancarkan ketulusan. Begitu juga dengan mulutmu. Semakin ku lihat semakin banyak pula duri yang menancap. Mataku sembab, perlahan mulai menjatuhkan bulir berliannya. Air mata itu bertambah ganas ketika aku benar merasa rapuh. Jujur, keganasan itu juga karena aku tak pernah mengeluarkannya dai kantongnya.

Perlahan kuberanikan diri menatap matamu. Aku ingin tahu, apakah kau serius dengan perkataanmu. Kuharap kau hanya ingin tau betapa tulusnya aku mencintaimu. Semua berbeda. Jauh dari harapan. Pipimu terus berlinang air mata. Bibirmu bergetar. Ini bukan bualan. Ini kenyataan yang harus kuhadapi. Untuk pertama kalinya kita saling menunjukkan air mata. Tanganmu menarik tubuhku jatuh di pelukanmu begitu juga aku yang hanya bisa melingkarkan tanganku di perutmu. Semakin lama aku merasa ingin cepat terbangun dari mimpi. Sayangnya, ini bukan mimpi. Lenganmu mulai merenggang. Kau lepas pelukanmu dan kau sentuh pipiku dengan lembut. Mata kita beradu pandang sesaat saling menunjukkan kerapuhan.

Kau berkata, aku akan selalu mencintaimu. Setiap hari akan selalu kukirimi kau pesan. Berjanjilah, kau akan setia menungguku pulang, kau selalu merawat rasa kita. Aku tidak akan lama. Kau harus tetap tangguh seperti biasa ketika aku tidak berada di sampingmu. Tapi aku akan selalu ada di sini, untukmu. Hati. Kau meninggalkanku dengan kecupan hangat di dahi. Sungguh aku tidak pernah berfikir sedikitpun tentang ini semua. Kau meninggalkanku begitu cepat. Kala aku merindukanmu, aku selalu datang ke pameran sastra tiap minggunya. Di sana aku merasakan awal pertemuan kita. Aku juga masih sering datang ke warung rujak kesukaan kita.

Tapi kini,aku merasa kau telah benar-benar pergi. Tak ada kabar darimupun. Mungkin kau memang terlalu sibuk sampai mengabarikupun kau tak sempat. Ketika aku rindu akan tawamu, aku selalu melakukan hal yang sama. Memutar rekaman kita yang pernah kuunggah di Soundcloud, atau memutar percakapan kita di line. Aku yakin ketika aku melakukan itu rasa rinduku terobati. Ternyata tidak, Rasa rindu itu terus menghujaniku.

Aku tak tau, bagaimana bisa kau melakukan itu. Ilmu apa yang kau pakai pun aku tak tau. Aku berharap, kau kembali. Kembali menemaniku seperi dulu, memulihkan hari-hariku, memberi candaan kapanpun aku membutuhkannya. Aku tak ingin semua berakhir seperti ini. Sayang, aku bersungguh-sungguh. Tak mungkin aku tak bersungguh, fotomu selalu melekat di dompetku. Ketika aku membukanyapun aku akan selalu melihat fotomu ketika kita merayakan kelulusan SMA tiga tahun yang lalu. Aku benar merasa nyawaku lebih berarti bersamamu. Aku berharap kau kembali, merajut masa depan bersamaku, tinggal di sini. Kau tak perlu membawakanku patung pancoran, ku hanya ingin kau pulang dengan segala hasil dengan perasaan yang sama kepadaku, Sayang.

Kamis, Mei 29, 2014

SETELAH DUA TAHUN



             Gemericik hujan perlahan mulai membasahi tubuhku. Kakiku perlahan mulai melangkah dengan pasti menerobos derasnya air yang berjatuhan dengan ganas itu. Kini persepsi tentang hujan setelah setahun yang lalu mulai berbeda. Inikah rasanya hujan? Oh, kenapa aku baru merasakan lagi sekarang? Sejuk, indah, menenangkan!

Selangkah lagi aku akan melangkah dan meraih gagang pintu bis itu dengan riangnya. Sungguh kini aku bisa memutar balikkan persepsiku tentang hujan. Namun, jujur hati nuraniku sedikit berkata lain, ada rasa khawatir di dalamanya. Khawatir bagaimana kalau sampai rumah nanti aku akan jatuh sakit? Bagaimana kalau sampai rumah mendapat siraman rohani dari mama yang mengetahuiku basah kuyub seperti ini? Sudahlah, pasti mama akan bangga denganku karena aku takkan merepotkannya lagi ketika gumpalan awan tak lagi mampu menahan nafsu jutaan air itu.
Kernet bis mulai menutup pintu seiring bertambah derasnya hujan, Pak Tua dengan perawakan putih dan tinggi itu menjalankan kendaraanya. Bibirku tak hentinya meliuk-liuk dengan sendirinya melihat jendela yang mulai mengembun efek hujan. Bersamaan dengan kilatan cahaya putih handphoneku berdering sedikit memecah keheningan. Terpampang di layar jelas, nyata sebuah nama yang sudah jarang berkomunikasi denganku. Terselip kekhawatiran tentang keadaan saudaranya itu.
“Halo? Assalamualaikum” kuberanikan mulutku berkata ditengah ricuhnya fikiranku.
“waalaikumsalam.”
“ada apa mbak lyn? Tumben telfon?”
“Kamu lupa denganku? Ya Tuhan”
Ya Tuhan, suara ini. Suara yang sekian lama telah ku tunggu kehadirannya. Suara berat yang sungguh sangat renyah. Tapi benarkah ini kamu? Kamu yang senantiasa memberi warna di hidupku yang meninggalkanku begitu saja dengan sebuah pesan yang kukira lelucon belaka? Otakku terus berputar. Mulutku tercengang, Lidahku kelu seakan tak bisa berkata lagi sampai akhirnya orang yang belum jelas itu memanggil namaku dengan lantangnya.
“Dodit! Iyakan Dodit?! Bukan mbak Sherlyn?”
“untunglah kamu masih mengingatku Zel”
“sungguh ini kamu? Haruskah kali ini aku mempercayaimu lagi setelah
Kamu meninggalkanku begitu saja? Haha” sudut mataku mulai basah
“Iya. Sungguh. Maaf untuk waktu itu. Em.. Kamu sekarang di mana Zel?”
“Di bis, baru pulang kerja. Kenapa?”
“Aku pulang ke Malang sekarang, aku pingin ketemu kamu!”
“Kamu pulang ke Malang?! Kamu bukan jelangkung kan? Datang tak pernah
Diundang lalu pulang tak pernah diantar kan?”
“Maafin Zelda. Yang penting aku sekarang pulang kan. 30 menit lagi aku
Tiba di Stasiun Kota Baru.”
“Oke, aku bakal putar balik ke sana! Tunggu!
Tut..tut..tut aku meninggalkannya tanpa salam. Yang kupikirkan dia pulang pulang dan pulang. Langkahku tak berhenti mencari bis lagi. Syukurlah tak lama aku mendapatkannya. 20 menit aku menghabiskan waktu di bis dengan perasaan yang menggebu. Bertemu dengannya dan bertemu. Terselip syukur untuk hari ini, Tuhan telah memberiku kejutan demi kejutan yang sangat berharga.
Ruang tunggu. Aku langsung berlari kecil menghindari hujan yang belum reda juga. Duduk di sudut ruangan membuatku sedikit lebih hangat dengan pakaian yang hampir kering itu. Lagu Afgan-Dalam Mihrab Cinta berputar diotakku. Syukurlah masih ada earphone jadi tak perlu jengkel menunggu lama seperti ini.
“Hai Zel. Bangun dong!” suara lembut itu membangunkanku dari tidur pendek itu.
“Dodit!!! Aku merindukanmu! Sungguh!”
Aku tak bisa berucap banyak lagi hanya air mata rindu yang bisa mengartikan semuanya. Jantungku serasa berhenti berdetak. Jarum jam juga berhenti. Ruang tunggu itu menjadi hening yang kurasa hanya ada diriku dan Dodit.
“Aku juga sangat rindu sama kamu. Tapi, kamu melupakan satu orang”
“Siapa?”
“Hai Zeldaa! Ehem lengket banget!”
“Mbak Sherlyn! Aaaaa Ya Tuhan kamu kak! kenapa kalian tak mengabariku kalau mau pulang? Setidaknya aku bisa menyiapkan makanan atau yang lainnya”
“aku berkumpul seperti dulu sudah bahagia Zelda” kata seorang cowok
Bernama Dodit Amiruddin itu.
Ya Allah, bagaimana Engkau mengubahnya menjadi sosok yang sangat menghanyutkan wanita ini. Senyumnya tak berkurang sedikitpun. Bisakah aku berbagi kisah, saling memberi warna lagi seperti dulu? Aku rindu semuanya.
“Zel, pulang yuk mumpung ada bis. Kalau kamu bersedia aku akan
 Mengantarmu sepulang dari rumahku.”
“Baiklah pangeran!”
Pandangan mata kita sempat terkunci beberapa saat. Saling beradu menikmati semua perubahan wajah satu per satu. Rambutmu masih sama seperti dulu. Lurus, rapi. Itu yang selalu membuatku iri denganmu. Bola mata coklat kehitaman itu membuatmu lebih indah. Betapa besar karunia Tuhan.
“Zelda, bagaimana bisa kamu basah kuyub seperti itu? Bukankah..”
Tangannya yang lembut menyentuh ujung kepalaku dengan tulus.
“Dodit.. bagaimana menurutmu jika bertahun-tahun seseorang tak
mengubah perilaku buruknya?”
“Tapi, bukankah kamu takut hujan setelah peristiwa setahun yang lalu?”
“Kau masih mengingatnya?” wajahku berpaling dari jendela mendengarnya.
“Tentulah! Setiap kali hujan Dodit pasti akan menanyakan padaku apakah
kamu masih takut hujan? Siapa yang akan melindungimu sekarang? Dan..”
Semua menjadi hening seketika. Aku masih berfikir apakah benar selama dia di sana masih memikirkanku? Aku yang selalu merepotkannya? Atau dia hanya ingin direpotkan lagi?
“Setahun yang lalu. Kamu, mama, papa, dan adik kamu liburan ke Batu.
Awalnya semua berjalan dengan lancer. Tapi semua berubah ketika kalian
memilih pulang. Di sekitar Pujon, hujan turun dengan ganasnya. Jalanan
berubah menjadi licin. Tak lama hal yang tidak diinginkan terjadi. Sebuah
truk melintas dan rem mobilmu blong..”
Aku memotong penjelasannya yang justru rasa trauma pada hujan itu kembali datang.
“Karena itu aku takut dengan hujan, karena hujan aku harus kehilangan
Ayahku.” Air mataku tak bisa lagi menahan air mata yang menerobos, memaksanya untuk segera meluncur.
“Tapi kamu sekarang sudah tak takut lagi?”
“Karena mu Dit. Kepulanganmu ke Malang membuat aku kembali berani mencoba hal yang aku benci.”
“Aku akan selalu ada untukmu. Aku menahan rinduku selama dua tahun terakhir ini, Selama kita tak saling tatap muka.”
“sama.” Jawabku singkat, untunglah di dalam gelap. Aku bisa menyembunyikan pipiku yang merah.
“ada rasa yang terus berkembang”
“Apa?”
“Aku mencintaimu, cinta lebih dari seorang teman lama”
“Sama. Setelah dua tahun aku menunggumu pulang kini rasa itu semua terbayar.”
Betapa beruntungnya aku. Sudah tak takut lagi dengan hujan, aku mendapatkan lagi apa yang kubutuhkan dan inginkan. Semua berjalan dengan normal. Itulah penantian, terkadang di selanya membosankan dan ketika yang dinanti benar-benar kembali semua terbayar lunas. Penantian indah bila yang dinanti bukan seorang pengecut dan tepat untukmu.

Jumat, Mei 16, 2014

DRAMA EVERYWHERE!!

Hai temanss..Pada kesempatan kali ini saya akan membicarakan tentang..ehm *ngebenerin dasi. Padahal gapakek dasi. Ya udah gausah basa-basi nanti ngga jadi *lhooo. Jadi ceritanya begini..Pada suatu hari di sebuah sekolah tepatnya di kelas sedang berlangsung..Ahh terlalu lama -_- Cekidot aja deh.
Beberapa minggu yang lalu kelas saya mendapat tugas dari guru B.Inggris tercintahhh kami *jeng jeng sebenarnya tidak hanya kelas saya tetapi seluruh kelas 8 yang diajar beliau dari kelas a-f. Kita diberi waktu kurang lebih 1 bulan untuk menyiapkan semuanya. Dari anggota kelompok sampai kostum. Alhasil aku satu kelompok sama teman-teman terkeceh saya sebenarnya tidak kece mungkin karena ada saya jadi terlihat kece *blurr. Alhamdulillah saya termasuk beruntung meski tidak terlalu beruntung karena anggota kelompok saya adalahhhh.. *suara drum Bagas, Teli, Laga, Andharu, Lely, dan Laely. Nah masalah Drama yang ditampilkan waktu itu ketua kelompoknya maju ngambil lotre yang pilihannya ada Jaka Tarub, Cinderella, Timun emas, Romeo and Juliat. Sebelum saya maju menghadapi kenyatan saya berdoa biar engga dapet Romeo and Juliet sama Cinderella. Alhasil do'a saya terijabah ya mungkin karena saya termasuk orang teraniyaya *naudzubila. Akhirnyaa saya mendapatkan...Jaka Tarub brooo. Awalnya saya sempat berfikir drama kali ini bisa jadi atau tidak. Peristiwa ini membuat hamba flashback pada kegagalan drama b.indonesia Ya Allah..Dalam satu bulan kita cuma latihan sebanyak 3 kali, 3x dikit apa banyak sih? Nah yang bikin gregetan waktu latian yang kedua yang dateng cuma 4 booo' saya, bagas, lely, sama andharu doangg. Padahal tampil tinggal 5 hari lagi. Tahukah anda sampai detik itu juga semuanya masih belum hafal total. Latian terakhir hari selasa sumpah itu pertama kalinya kita latiannya niat meski sebelumnya ada rasa ketidak niatan. Keesokan harinyaa.. masih ada yang belum hafal padahal semua sudah kebut semalam. Untung aja kelompok saya dapat giliran terkahir waktu jam LPT. Dan subhanallah saya terharu melihatnya. Akhirnya termasuk dalam kelompok sukses *ciyee meski ada beberapa kalimat yang lupa dan malapetakanya waktu mau tampil backsound-nya ilang kelesss.. Ini ada beberapa fotonya loo..

 yang kiri sendiri saya = Nawang Wulan, Andharu = N.Asri, Lely = N. Sekar, Laely = N.arum
ini Laga, nah ini King-nya sama Guruminda :D
                                                           ini waktu di air terjun
                                                  ini waktu adegan minta tolong :3

                                   nah teman-temans yang baju putih itu bagas itu Jaka Tarubnya loo haha

                                                            Ini arif kelompok lain juga
                                   ini bukan kelompok saya sih, namanya Ridho cantik kan yaa?
itu yang kiri saya, yang tengah cantik juga kan? dia cowok loo hihi itu ghandur yang kanan sendiri raras. Udahan yaa, nanti kapan2 lagi :D

Rabu, Mei 07, 2014

Stand By Me

 Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Rintik hujan membasahi sebagian tubuh lelaki yang berusaha melindungi wanita cantik itu. Bola matanya berwarna hitam kecoklatan. Hujan itu menerobos tak memberi keduanya celah meneduh sedikitpun.
"Fa, sampai kapan kita akan seperti ini?"
"sebentar lagi, setelah hujan ini reda aku akan memulangkanmu." wajahnya mendongkak ke atas memastikan hujan segera reda.
"Bukan itu yang aku bahas"
"Lalu?"
"Hubungan kita. Apakah kamu tidak capek selalu keluar denganku dengan sembunyi-sembunyi?"
"Tidak akan, sampai kapanpun aku akan berada di sampingmu"
Kini tanganya menggenggam erat jemari Zie.Erat dan erat.
"Bagaimana jika ibumu tetap bersikeras menentang hubungan kita?"
Matanya tak lagi kuasa menyembunyikan bulir berlian yang perlahan menerobos sudut matanya bersama derasnya hujan.
"Akan tetap kuusahakan. Percayalah. Yang kuminta Kamu slalu di sini. Stand By Me."
Pelukan hangatnya membuat hujan kali ini benar-benar tak dirasakanya.
"Pasti. Meski ibumu akan tetap memindahkanmu ke Jerman aku akan selalu mendukungmu. Dan percayalah, aku tidak akan seperti mereka yang menyesali pertemuan yang berakhir perpisahan. Aku mencintaimu!"
"Berdirilah untuk meraih cita dan cinta kita. dan yakinlah Love is having the courage to stand up for yourself when you are not wrong."

Tak Secepat Jatuh Hati

 Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

 Sinta seorang gadis yang berambut hitam pekat itu menarik lengan teman lelakinya.
"Vino! Hati-hati bahaya. Teledor banget?" celetuknya.
Tetap saja Vino tak menghiraukan kata yang diucapkan temannya itu. Dia terus menghentikan beberapa bis. Tapi tak satupun berhenti di depannya. Dengan jengkel Vino berteriak sekencang mungkin meminta sebuah taksi yang baru saja melintas di depannya berhenti.
Mereka lalu masuk ke dalam taksi itu. Alunan lagu dari tangga-Cinta tak mungkin berhenti memenuhi sudut-sudut kendaraan bercat biru itu.
"Kamu kenapa keburu banget? Ngajak dicuekin. Gajelas lagi" Protes Sinta sambil membenahi hijabnya yang sedikit longgar karena tertiup angin.
"Udah diem aja. Nanti kamu juga tau kok."
"Pak, berhenti di sini aja. Ini uangnya pak, kembaliannya ambil aja" kata Vino ramah
Kali ini Sinta hanya diam mengikuti langkah Vino menuju sebuah restoran yang terdapat di sekitar Bintaro. Sinta benar-benar bingung dengan ulah temanya yang tidak jelas itu.
"Tiba-tiba mengajak pergi tapi sekarang dicuekin" gumamnya dalam hati
Seorang pelayan berpakaian hitam putih mendekati mereka dengan membawa menu pesanan.
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan itu dengan ramah. Senyumnya indah
"Seperti yang saya rencanakan mbak"
"Baik, saya ambilkan mas"
Pelayan itu membalikkan badan dan meninggalkan mereka. Tak sampai 5 menit dia kembali membawa nampan dengan kemolekan tubuhnya itu. Anggun.
"Sin, ada yang mau aku omongin sama kamu" tanganyya tak lagi berada di kedua saku melainkan mencengkeram tangan Sinta.
"Kamu gapapa kan Vin?"
"Aku cinta kamu, sejak dulu, sejak pertama kita ketemu. 5 tahun yang lalu. Gak mudah nyimpan perasaan selama itu kan Sin? Aku mau kamu jadi pendamping hidupku" sambil berlutut dan menyerahkan isi nampan yang ternyata adalah cincin berlian yang di desain khusus oleh desainer Tokyo.
"Sori Vin, tapi kamu tau kan. 1 bulan lagi aku nikah. Nikah sama sahabat kamu. Aku gabisa maaf"
"Sin sampai kapanpun aku akan mencintaimu. Karena aku tau cinta ku ke kamu tidak akan berhenti secepat aku mencintaimu! Ingat! Semoga bahagia" teriaknya setelah Sinta pergi meninggalkannya.

Mungkin Memang

Masih ingatkah dikau pertemuan beberapa tahun lalu? Pertemuan singkat yang ternyata membawa kita dalam ikatan yang hangat. Aku bersyukur kepada Tuhan telah memberi kesempatan bertemu dengan pemuda sepertimu. Kamu. Aku tidak akan menyesali pertemuan seperti mereka. Menyesali pertemuan sakral yang berakhir peepisahan. Karena tanpa sebuah pertemuan yang dikarunia Allah SWT aku tidak akan menemukan orang sepertimu.

Dulu, aku merasa aman bersamamu. Aku bahagia mempunyai seorang sahabat sepertimu. Aku tak pernah memperhitungkan waktu jika itu bersamamu. Layaknya aku ingin selalu bersamamu. Dulu. Bahkan dengan cara apapun aku menghemat hanya demi membeli pulsa agar sesering mungkin berkomunikasi denganmu. Setiap saat aku bisa melihat senyummu itu. Aku juga rela bertingkah konyol hanya ingin melihatmu mengijinkan senyum itu hadir, hanya ingin merasakan getaran pada hatiku ketika mendengarmu tertawa lepas. Denganmu aku saling bertukar cerita. Kamulah salah satu lelaki yang memotivasi hidupku, selain ayah dan kakakku. Aku ingin bersifat tegar sepertimu tapi selalu saja gagal. Aku bisa menyembunyikan duka, meski akhirnya selalu gagal. Sampai perpisahan itu terucappun aku tak melihat pesan singkatmu itu menangis.

Aku tidak marah pada Tuhan karena aku tau Dia selalu mkskemberikan hambanya yang terbaik. Aku hanya marah kepada diri sendiri. Kenapa aku tak mengenalimu sejak dulu? Jauh jauh jauh sebelum perpisahan itu terjadi. Aku memang baru mengenalimu setahun sebelum semua pergi. Entahlah, aku sudah mulai lupa dengan pertemuan pertama kita. Terkadang aku mengambil hikmah dari petemuan terlambat itu, Tuhan mencintaiku juga mencintaimu, jadi Tuhan memberi waktu sesingkat itu agar ketika perpisahan itu terjadi luka itu tidak terlalu sakit. Aku sahabatmu. Kita berpisah ketika aku memendam sebuah rasa yang sampai saat ini belum terpecahkan. Saat itu aku hanya berpikir dalam hembusan angin tipis yang membelai kerudungku dalam. Aku linglung memikirkan apa yang kurasa. Hanya sebatas simpati pada seorang sahabat yang akan meninggalkanku atau ini benar-benar rasa cinta. Aku melepasmu pergi untuk mencari ilmu.

Sampai saat ini pun kau belum tentu tau apa yang kurasa karena tak pernah kuungkapkan sekata pun rasa ini. Selalu saja kupenjara karena aku takut akan melukai persahabatan ini. Hampir 2 tahun kau pergi. Lama rasanya. Namun, rasa itu tak juga ikut memudar seiring bertambahnya waktu. Justru terus bertambah. Akhir-akhir ini aku selalu memikirkanmu. Setiap malam selalu ku titipkan rasa rindu kepada Tuhan. Dalam do'a yang kupanjatkan selalu ada dirimu. Tuhan jaga rasa ini sampai pada waktu yang kau beri.

Maaf aku memang penghianat. Tak pernah mengakui apa yang kurasa. Aku juga menghianati sebuah persahabatan yang suci. Aku coba berpaling dari rasa ini hinggap dihati yang lain selalu saja sama, kembali padamu. Beribu maaf aku pinta padamu. Maafkan aku yang tak bisa menjaga persahabatan ini, yang tak bisa menjaga perasaan ini hingga menjadi liar. Aku jua memohon pada Tuhan agar tidak salah memahami rasa. Yang kutakutkan semua itu hanyalah rasa rindu yang tertumpuk yang ku salah artikan sebuah cinta.

Entah yang ku ketahui tentangmu sampai detik ini benar adanya atau tidak. Aku melihat namamu dalam tweet perempuan yang tidak mengharapkanmu juga. Kuulangi aku memang rapuh. Hanya tulisan yang belum tentu kebenaranya saja air mata itu mulai berselancar di pipiku. Tubuhku serasa dihujani beribu duri. Hati ku tersayat. Baru saja tawa itu terhenti tapi kini berganti dengan bulir berlian yang menghujani pipiku. Tuhan, kenapa setiap aku bahagia selalu ada duka yang mengiringi? Apakah kamu memang? Mungkin memang kamu tercipta untuk mewarnai hidupku dalam bentuk seorang sahabat. Tapi, aku meminta untuk saat ini saja. Nanti.. jadikan ia orang yang berada di depanku setiap kali aku beribadah kepadaMu. Jadikan dia Imamku. Hanya do'a yang bisa kupanjatkan sebagai seorang wanita..

Semoga ini dapat menjadi renunganmu. Sahabat.
Sungguh aku mencintainya
Aku mencintainya lebih dari seorang sahabat
Aku, gadis tolol yang tak tau trimakasih 
untukmu (GAZ)

Minggu, Mei 04, 2014

Selamat Pagi Pangeran Berjarak

Cericis burung menyambut hangatnya mentari. Menyambut awal liburan kali ini. Dinginnya udara luar menusuk tulang punggungku dengan perlahan hingga memaksaku menarik selimut sampai menutupi kepala. Suara Adzan sayup-sayup mulai terdengar memaksaku segera bergegas ke kamar mandi dan mengambil wudhu. Namun diri ku masih terasa berat masih ingin tetap tinggal di kasur. Seperti biasanya, kutelusuri meja kecil yang tepat berada sebelah kepalaku menarik perlahan kacamataku dan tak lupa HandPhone. Jari tanganku bekerja mencari gallery dan membuka foto mu. Untuk sekedar meredakan rasa rindu dan mengucap "Selamat pagi pangeran yang tak lagi dapat kusentuh jemari"

Tetesan air wudhu masih mengalir di pelipis. Rasa kantuk itu tak lagi terasa justru membuatku lebih bersemangat. Hembusan angin menggoda gorden berwarna hijau tosca yang tergantung indah. Jendela kamarku tepat berada lurus dengan jendela kamarmu. Dulu kau selalu mewarnai pagiku dengan senyum renyahmu. Sekarang? semua hanya tinggal bayang semu. Tapi aku masih ingat bagaimana kau menyapaku saat itu.

Kuambil sepatu olahragaku lalu mengeluarkan sepeda dari garasi. Ku kayuh sepeda dengan hati berbunga meski terselip kerinduan teramat dalam. Taman. Tempat bersejarah bagiku di mana saat itu pertama kali pertemuanku dengannya dan juga tempat terakhir kalinya pertemuanku. Duduk di kursi panjang tepat berada di bawah pohon kenangan membuat semua memory di otakku kembali direfresh. Semua terbayang. 

Aku yakin tidak akan menangis lagi di tempat ini. Hanya saja perlahan sudut mataku mulai basah. Dada ku serasa sesak. Terdengar bagaimana tawa renyah itu tercipta. Bagaimana dengan mudahnya aku melihatmu mengembangkan senyum sempurna itu. Terbayang saat kau memperkenalkanku pada sosok yang kau cintai dan saat itu hatiku seharusnya bahagia melihatmu sudah dewasa dan memilih yang terbaik menurutmu. Tapi tidak waktu itu. Hatiku seperti dicabik, dihantam berjuta meteor, lalu meninggalkanmu bersamanya di taman itu.

Dan di situ aku juga melihat kau benar-benar rapuh. Matamu berlinang air mata menyesali perbuatanmu yang terlalu tergesa menganggap cinta mu sejati padahal itulah cinta palsu. Kau hanya menyandarkan kepalamu di bahuku. Tak seperti kau biasanya yang selalu tegar. Mataku mulai sembab mengikuti derita yang kau rasakan. Sejak saat itu aku takut kau berkenalan dengan cinta lainnya lagi.

Terngiang kenangan lain.. Saat kau mengucap kalimat perpisahan pada ku. Kau memilih mengatakan padaku tepat sebelum kau berangkat dengan menenteng kopor. Jujur, saat itu aku benar tak kuasa hatiku menerima kenyataan itu. Aku memberontak. Menagih janji yang dulu kau ucap, kau akan melindungiku selalu sampai kapanpun, kau takkan pernah meninggalkanku sendiri, akan selalu mewarnai hari-hariku, dan yang lainnya. Kau hanya terdiam memelukku dengan hangat. Aku tau kita tak lagi tegar. Nada bicaramu mulai bergetar membuatku semakin tak kuasa. Ditempat itu terakhir kalinya kita mengucap janji setia sebuah persahabatan. Kau meninggalkanku dengan langkah berat.

Pesawat yang kau naiki sudah terbang landas menembus puing-puing awan. Aku hanya bisa duduk bersimpuh. Andai saja saat itu aku mengatakan apa yang ku rasa, mengutarakan isi hatiku, mungkin lain cerita. Tapi aku sudah mengucap janji setia persahabatan. Kau pergi meninggalkanku untuk mendalami agama islam. Orang tuamu tampak tegar tak seperti aku dan kau. 

Perlu kau tahu pangeran. Masih ingatkah dengan janji terakhirmu? "Aku akan pulang jika aku sudah pantas mengajarimu ilmu islam dan dapat melindungimu. Insyaallah". Sampai saat ini aku belum diberi kesempatan menemuimu pangeran. Mungkin ini salahku. terlalu sibuk di luar sana sampai beberapa kali kau pulang aku tak sempat menemuimu. Pangeran maaf kali ini aku mengingkari janji terakhir kita. Maaf aku tak bisa menjaga perasaanku padamu sampai akhirnya perasaanku menjadi liar. Aku bingung apa yang kurasa. Hatiku merindukan hadirmu setiap saat. Aku bingung atas yang kurasakan. Inikah cinta atau hanya sebatas simpati. Jika aku boleh memilih inilah Cinta. Akan kutunggu hadirmu tetap di bawah pohon itu..

Dari seorang yang selalu menunggumu pulang