Kau harus tau, aku tidak akan menggenggamu terlalu erat karena aku tahu semua tidak akan berjalan dengan begitusaja. Jika kau bertanya apakah aku mencintaimu aku menjawab iya sangat. Lalu jika kau bertanya mengapa aku tak menahanmu saat kau pergi kukira kau sudah tau jawabanya. Mana mungkin gadis ingusan yang baru belajar menyisir rambut sepertiku mampu menahan lelaki seberlian kamu, bagaimanapun posisiku.
Kau meninggalkanku dengan harapan harapan yang masih menunggu pembuktian. Harapan itu gugur bergantian saat kau pergi tanpa alasan logis. Waktu itu hanya air mata yang tahu betapa kau telah meninggalkan sayatan yang sangat sakit. Rasa sakit tak mengizinkanku untuk menahanmu agar kau tetap bersamaku. Bibirku bergetar, aku ingin mengatakan bahwa aku mencintaimu tapi yang terucap hanya terimakasih. Aku hanya bisa memandangi punggungmu yang kian lama kian jauh sampai akhirnya benar-benar tak terlihat. Kau meninggalkanku sebegitu cepat di bawah awan yang tak kuasa menahan kesedihannya melihat kisah kita yang telah usai. Hujan kala itu menyembunyikan bulir berlian yang luruh, pelupuk mata tak kuat menahan derasnya.
Aku hanya menangkap kata bosan dari penjelasanmu tadi. Ya, kau bosan dengan semua yang telah berjalan cukup lama. Semua kalimat yang sering kau ucap sudah menjadi bayangan-kenangan. Tak ada lagi lagu penghantar tidur yang selalu kau nyanyikan. Tak ada lagi sapaan atau senyuman saat kita bertemu. Semua hilang. Semuanya. Untuk kesekian kalinya aku berusaha sendirian untuk melupakan semua tentang kita. Mungkin bagimu melupakan hubungan ini tidaklah sulit. Setelah kau tak lagi bersamaku kau sudah berjalan kesana kemari dengan gadis lain. Tak butuh banyak waktu untukmu melupakan semua ini. Aku tertatih sendirian.
Setelah aku berhasil melupakan sebagian tentang kita kau kembali datang dengan beribu maaf dan berjuta alasan kau meninggalkanku saat itu. Aku tak tau haruskah aku menerimamu lagi atau melakukanmu sama seperti apa yang telah kau lakukan. Apakah aku harus senang atau bagaimana. Lukaku sedikit terobati saat kau kembali menghadirkan senyum untukku. Namun sebenarnya aku juga merasa kau permainkan. Setelah aku berusaha melupakan semuanya, dipertengahan jalan kau kembali. Kau tau bagaimana rasanya? usahaku semua sia-sia. Hilang dalam hitungan menit di tempat yang sama. Tempat parkir sekolah. Tak butuh waktu lama untuk berfikir haruskah aku menerimamu kembali. Dan iya, aku menerimamu kembali. Masih sama, Tulus. Tak ada satupun rasa khawatir akan kejadian beberapa bulan lalu terulang lagi.
Satu minggu semuanya telah kembali. Luka yang sempat kau buat kini telah perlahan terobati. Hanya rasa bahagia yang aku rasakan. Semua benar kembali. Aku kembali memiliki senyum simpul manis itu.
satu bulan, dua bulan, tiga bulan sudah terlewati namun hari ini tepat dihari anniv kita sesuatu yang tak terbayangkan kembali terjadi. Untuk kedua kalinya kau ingin menyudahi hubungan ini. Aku berfikir kau benar-benar memainkanku dan kau sudah kehilangan akal sehatmu. Aku sakit. Terjatuh untuk kedua kalinya dengan orang yang sama. Kau juga meninggalkanku sendirian di tempat yang sama. Aku tak bisa melakukan apapun selain mendaratkan tangan sekencang mungkin di pipimu. Rasa sakit itu tak seberapa. Aku jatuh di lubang yang sama dengan perangkap yang sama. Bodoh memang mempercayai orang yang telah membuat hati ini hancur. Aku terlalu bodoh untuk mempercayaimu untuk menyembuhkan lukaku. Kau datang-pergi-datang-lalu kau pergi lagi begitu saja seterusnya sampai aku merasa orang paling bodoh atas perlakuanmu. Aku menyesal. Sangat menyesal. Tapi entahlah, aku hanya merasakan penyesalan namun tidak merasakan kehilangan yang sangat berarti. Mungkin rasa yang dulu ada sedikit demi sedikit larut setelah kepergianmu untuk pertama kalinya. Kali ini aku juga tak banyak menguras tenaga dan waktuku untuk melupakanmu. Aku merasa jauh lebih siap jika ini terjadi lagi meski tak terpikirkan sekalipun. Ku akui aktingmu, jalan cerita yang kau buat sangat bagus, kau mengemasnya dalam satu rasa yang mengecewakan. Aku tidak mendo'akanmu mendapatkan apa yang aku alami, tapi bukankah semua itu ada hukum karma yang masih berlaku? Lihat saja nanti. Kali ini aku tak akan berusaha untuk memintamu bertahan. Aku tak akan terjatuh lagi di lubang yang sama. Hei kau! pergilah jika kau ingin pergi lagi, silakan! tapi kumohon jangan pernah untuk kembali! Bukankah semua itu sudah menjadi konsekuensi? Pergilah yang jauh! Selamat menanti karma atas perbuatanmu, kau akan lebih tertatih-tatih dariku. Jangan pernah kembali untuk hadirkan luka yang lebih dalam. Terimakasih atas proses pendewasaanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar